
ANDA DAN KEKAYAAN ANDA ADALAH MILIK BAPAK
ANDA DAN KEKAYAAN ANDA ADALAH MILIK BAPAK
PENULIS: UST. ZAINUDDIN MZ (DIREKTUR TURATS NABAWI PUSAT STUDI HADITS)
TEKS HADIS: Anta wa maluka liabika.
TERJEMAHAN: Anda dan harta kekayaan anda adalah milik bapakmu.
STATUS HADIS: Hadis shahih.
TAKHRIJ HADIS: Hadits di atas diriwayatkan oleh tujuh sahabat yaitu: Jabir ibn Abdullah, Abdullah ibn Amr, Ibn Mas’ud, Aisyah, Samurah ibn Jundub, Abdullah ibn Umar dan Anas. Pertama, riwayat Jabir ibn Abdullah dikeluarkan oleh Ibn Majah, Thahawi dalam Musykil al-Atsar, Thabrani dalam al-Ausath dan al-Shaghir, Abu Syaikh dalam al-Awali. Kedua, riwayat Abdullah ibn Amr dikeluarkan oleh Abu Daud, Ibn Majah, Ibn Jarud, Ahmad, Abu Nu’aim, Khatib dalam Tarikh Bagdad. Ketiga, riwayat Ibn Mas’ud dikeluarkan Thabrani dalam al-Kabir, al-Ausath dan al-Shaghir, Ibn Asakir. Keempat, riwayat Aisyah dikeluarkan Abu Qasim dalam al-Muntaqa. Ibn Hibban. Kelima, riwayat Samurah ibn Jundub dikeluarkan Thabrani dalam al-Ausath, Uqaili. Keenam, riwayat Abdullah ibn Umar dikeluarkan Yahya ibn Ma’in, Thabrani dalam al-Ausath. Ketujuh, riwayat Anas dikeluarkan Abu Bakar. Walaupun sebagaian sanad (mata rantai perawi hadits) ada yang bermasalah, namun secara keseluruhan saling mendukung dan derajat hadits itu menjadi shahih.
PENJELASAN HADIS: Pernyataan Rasulullah saw. di atas mempunyai asbab al-wurud (latar belakang historis), sebagaimana yang tercantum dalam beberapa redaksi hadits, di antaranya ada seorang anak yang mengadukan bapaknya kepada Rasulullah saw. seraya berkata: Sesungguhnya bapak saya merampas kekayaaan saya, padahal saya mempunyai tanggungan anak. Dalam riwayat lain: Sesungguhnya bapak saya mempunyai tanggungan hutang, lalu ia mengambil harta saya tanpa seizin saya. Lalu Rasulullah saw. menasehati anak itu: Anda dan kekayaan anda adalah milik bapakmu. Dari paparan di atas dapat difahami sifat pelitnya seorang anak terhadap bapaknya sendiri, maka tidak etis sebagai anak sampai menjadikan bapaknya terkesan merampas harta anak kandungnya sendiri, apalagi bapak mempunyai tanggungan hutang sementara sikap anak tidak memperdulikan nasib orang tuanya sendiri. Dengan demikian hadits seperti ini semestinya diporsikan kepada anak yang kelewat batas pelitnya terhadap orang tuanya sendiri, kemudian Rasulullah saw. memberdayakan fikiran anak bahwa ia lahir, besar dan kaya raya juga hasil dari jerih paya bapaknya, maka tidak pantas menuduh bapaknya merampas hartanya. Lain lagi nasihat Rasulullah saw. kepada orang tua, Rasulullah saw. bersabda: Sebaik-baik yang dimakan seorang hamba adalah hasil dari kerjanya sendiri. Hr. Abu Daud: 3528, 3529. Nasai: 2/211. Turmudzi: 1/254. Darimi: 2/247. Ibn Majah: 2137, 2290. Hakim: 2/45-46. Thayalisi: 1580. Ahmad: 6/31, 41, 127, 162, 193, 201, 202, 203. Betapapun anak mempunyai kedudukan yang tinggi, cela bagi orang tua mengharapkan uluran tangan kepadanya, hidup dengan mencangkul ladang dan menikmati hasil tanamannya sendiri lebih mulia daripada mengambil harta anaknya sendiri. Sekiranya anak dididik secara syar’i, insya Allah, anak tanpa diminta orang tua akan bangga dan setia membahagiakan bapaknya, dan akan merasa bahwa semua kekayaannya didapat karena jasa orang tua yang melahirkan dan mendidiknya.
REFERENSI: Lebih lanjut silakan merujuk referensi berikut ini: Ibn Majah: 2291. Thahawi dalam Musykil al-Atsar: 2/230. Thabrani dalam al-Ausath: 1/141/1, al-Shaghir: 195. Abu Syaikh dalam al-Awali: 1/22/1. Abu Daud: 3530. Ibn Majah: 2292. Ibn Jarud: 995. Ahmad: 2/214. Abu Nu’aim: 2/22. Khatib dalam Tarikh Bagdad: 12/49. Thabrani dalam al-Kabir: 3/60/2, al-Ausath: 1/141/1, al-Shaghir: 2. Ibn Asakir: 7/226/2. Abu Qasim dalam al-Muntaqa: 2/8/1. Ibn Hibban: 3/338. Kelima, riwayat Samurah ibn Jundub dikeluarkan Thabrani dalam al-Ausath: 1/141/1. Uqaili: 197.

