* ALHAMDULILLAH * ARTIKEL ILMIAH, KAJIAN TEMATIK & BUKU-BUKU TERBARU * TERBIT SETIAP HARI JUM'AT *

TURATS NABAWI

ETIKA PELURUSAN DAN PERAPATAN SHAF SHALAT

ETIKA PELURUSAN DAN PERAPATAN SHAF SHALAT

PENULIS: UST. ZAINUDDIN MZ (DIREKTUR TURATS NABAWI PUSAT STUDI HADITS)

MUKADDIMAH

Ada beberapa pokok masalah yang erat kaitannya dengan shaf shalat. Yaitu pelurusan shaf, perapatan shaf, siapa yang lebih layak di shaf belakang imam, posisi shaf anak-anak, sebaik-baik shaf lelaki dan perempuan, shaf sendirian, dan sebagainya.

Dalam artikel ini difokuskan kajian etika pelurusan shaf dan perapatannya. Penulis pernah menyaksikan fatwa bergambar shaf shalat. Jika pundak seseorang tidak menempel rapat dengan pundak temannya difatwakan salah dengan tanda silang. Jika lutut seseorang tidak menempel rapat dengan lutut temannya juga difatwakan salah dengan tanda silang, dan jika mata kaki seseorang tidak nempel rapat dengan mata kaki temannya difatwakan salah dengan tanda silang.

Berangkat dari fatwa bergambar inilah terjadi banyak kasus, teman yang dipepet menjauh, dipepet lagi menjauh, bahkan pindah posisi. Ada lagi yang karena dipepet selalu menjauh maka kakinya diinjak. Akhirnya ia balas menginjak sewaktu shalat. Semoga tulisan ini dapat menjadi pencerahan bagi kita semua.

SYARIAT MENYEMPURNAKAN SHAF

Setidaknya ada delapan sahabat yang terlibat dalam periwayatan etika pelurusan dan perapatan shaf shalat. Yaitu (1) Bara’ bin Azib, (2) Busyair bin Yasar; (3) Jabir bin Samurah, (4) Abu Suhail dari bapaknya, (5) Ibnu Abbas, (6) Anas bin Malik, (7) Nu’man bin Basyir, dan (8) Ibnu Umar.

Syariat menyempurnakan shaf shalat diriwayatkan sebagai berikut:

HADITS BARA’ BIN AZIB RA.

وَعَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رضي الله عنه قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلَّم يَتَخَلَّلُ الصُّفُوفَ مِنْ نَاحِيَةٍ إِلَى نَاحِيَةٍ, يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا وَصُدُورَنَا, وَيَقُولُ: لَا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ

Bara’ bin Azib ra. berkata: Rasulullah saw. mengamati shaf demi shaf, mengusap pundak dan dada kami seraya bersabda: Jangan berantakan sehingga hati kalian berselisih (berantakan). Hr. Abu Dawud: 664; Nasai: 811; Ahmad: 18539.

HADITS BUSYAIR BIN YASAR

وَعَنْ بُشَيْرِ بْنِ يَسَارٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ: قَدِمَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رضي الله عنه الْمَدِينَةَ، فَقِيلَ لَهُ: مَا أَنْكَرْتَ مِنَّا مُنْذُ يَوْمِ عَهِدْتَ رَسُولَ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلَّم؟ قَالَ: مَا أَنْكَرْتُ شَيْئًا، إِلَّا أَنَّكُمْ لَا تُقِيمُونَ الصُّفُوفَ.

Busyair bin Yasar al-Anshari berkata: Anas bin Malik hadir di kota Madinah. Lalu dikatakan kepadanya: Anda tidak pernah mengingkari kami sejak hari anda mulazamah dengan Rasulullah saw. Ia berkata: Tidaklah aku mengingkari sesuatu, lantaran kalian tidak meluruskan shaf shalat. Hr. Bukhari: 691; Ahmad: 12145; Thabrani dalam Mu’jam Ausath: 3226.

HADITS ABU SUHAIL DARI BAPAKNYA RA.

وَعَنْ أَبِي سُهَيْلِ بْنِ مَالِكٍ, عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ مَعَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رضي الله عنه , فَقَامَتْ الصَّلَاةُ وَأَنَا أُكَلِّمُهُ فِي أَنْ يَفْرِضَ لِي, فَلَمْ أَزَلْ أُكَلِّمُهُ وَهُوَ يُسَوِّي الْحَصْبَاءَ بِنَعْلَيْهِ, حَتَّى جَاءَهُ رِجَالٌ قَدْ كَانَ وَكَلَهُمْ بِتَسْوِيَةِ الصُّفُوفِ, فَأَخْبَرُوهُ أَنَّ الصُّفُوفَ قَدْ اسْتَوَتْ, فَقَالَ: لِي اسْتَوِ فِي الصَّفِّ, ثُمَّ كَبَّرَ.

Dinarasikan Abu Suhail dari bapaknya: Aku bersama Utsman bin Afan lalu diiqamati shalat dan aku membicarainya agar diberikan ketetapan padaku, dan dia terus aku bicarai saat dia meluruskan shaf dengan sandalnya, sehingga orang-orang berdatangan yang telah diperintah meluruskan shaf. Kemudian diberitahukan bahwa shaf telah lurus. Kemudian ia mengulang, luruskan shaf, lalu takbir. Hr. Malik: 374; Baihaqi: 2126.

Dari paparan hadits-hadits di atas dapat dicermati, Islam sangat memperhatikan etika kesempurnaan shalat, sehingga imam diperintahkan menganjurkan meluruskan shaf dan tidak takbir hingga shaf betul-betul sempurna. Jika dirasa telah sempurna, itupun dianjurkan untuk mengingatkan lagi sebelum takbiratul ihram.

MELUNAKKAN PUNDAK

Etika shaf bukan hanya pada aspek lurusnya, melainkan juga perapatannya, kita dianjurkan seperti rapatnya malaikat saat di hadapan Allah swt. Sehingga tidak ada peluang setan menempati kelonggarannya.

HADITS IBNU ABBAS RA.

وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلَّم: خِيَارُكُمْ أَلْيَنُكُمْ مَنَاكِبَ فِي الصَّلَاةِ

Dinarasikan Ibnu Abbas ra., Rasulullah saw. bersabda: Sebaik-baik kalian yang lunak pundaknya dalam memberi shaf teman di waktu shalat. Hr. Ibnu Khuzaimah: 1566; Ibnu Hibban: 1756; Abu Dawud: 672; Baihaqi: 4969.

HADITS JABIR BIN SAMURAH RA.

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رضي الله عنه قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلَّم فَقَالَ: أَلَا تَصُفُّونَ كَمَا تَصُفُّ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا؟ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ, وَكَيْفَ تَصُفُّ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا؟ قَالَ: يُتِمُّونَ الصُّفُوفَ الْأُوَلَ, وَيَتَرَاصُّونَ فِي الصَّفِّ

Jabir bin Samurah ra. berkata: Rasulullah hadir di hadapan kami seraya bersabda: Kenapa kalian tidak membentuk shaf seperti malaikat berbaris di hadapan Tuhannya? Kami bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana shaf malaikat di hadapan Tuhan? Nabi saw. bersabda: Mereka menyempurnakan shaf pertama dan merapatkannya. Hr. Muslim: 430; Abu Dawud: 661; Nasai: 816; Ahmad: 21062.

HADITS IBNU UMAR RA.

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلَّم: أَقِيمُوا الصُّفُوفَ, فَإِنَّمَا تَصُفُّونَ بِصُفُوفِ الْمَلَائِكَةِ, وَحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ, وَسُدُّوا الْخَلَلَ, وَلِينُوا فِي أَيْدِي إِخْوَانِكُمْ, وفي رواية: (وَلِينُوا بِأَيْدِي إِخْوَانِكُمْ) وَلَا تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ, وَمَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللهُ, وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللهُ

Dinarasikan Ibnu Umar ra., Rasulullah saw. bersabda: Luruskan shaf, bikin barisan seperti malaikat, sejajarkan pundak kalian, tutuplah ruang kelonggaran, berlakulah lunak terhadap teman-temanmu. Dalam riwayat lain: (Lunaklah terhadap kerabatmu). Janganlah kalian beri peluang kelonggaran untuk setan, yang menyambung shaf maka Allah menyambungnya, dan yang memotong shaf maka Allah memotongnya. Hr. Abu Dawud: 666; Nasai: 819; Baihawi: 4967; Ahmad: 5724.

Dari paparan hadits-hadits di depan dapat difahami anjuran Islam agar umat merapatkan shaf shalat, sehingga gemar untuk melunakkan pundaknya dan sedikit bergeser untuk memberi peluang teman dapat masuk dalam shaf shalat.

Dari teks-teks di atas dapat difahami siapa setan yang dimaksudkan. Semestinya kelonggaran itu cukup ditempati seseorang namun jika dibiarkan kosong akan ditempati setan. Maka setan yang dimaksud adalah kita yang tidak mau menempati tempat kosong tersebut. Hal ini berbeda jika tempat kosong itu sudah tidak mungkin ditempatinya.

PERAPATAN SHAT SHALAT

Hadits-hadits spesifik yang mensyariatkan perapatan shaf shalat, ada yang hanya dua unsur. Yaitu pundak dan kaki. Dan ada pula yang terdiri tiga unsur. Yaitu pundak, lutut dan mata kaki. Hadits yang menjelaskan perapatan dua unsur saja diriwayatkan Anas bin Malik sebagai berikut:

HADITS ANAS RA.

وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: (كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلَّم يُقْبِلُ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ، قَبْلَ أَنْ يُكَبِّرَ، فَيَقُولُ: تَرَاصُّوا وَاعْتَدِلُوا) (سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ تَمَامِ الصَّلَاةِ) وفي رواية: (فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ) وفي رواية: (أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ وَتَرَاصُّوا) وفي رواية: (كَانَ يَقُولُ: اسْتَوُوا, اسْتَوُوا, اسْتَوُوا, فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لَأَرَاكُمْ مِنْ خَلْفِي كَمَا أَرَاكُمْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ) وفي رواية: (أَتِمُّوا الصَّفَّ الْأَوَّلَ, ثُمَّ الَّذِي يَلِيهِ, وَإِنْ كَانَ نَقْصٌ فَلْيَكُنْ فِي الصَّفِّ الْمُؤَخَّرِ) وفي رواية: (رَاصُّوا الصُّفُوفَ فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَقُومُ فِي الْخَلَلِ) (رَاصُّوا صُفُوفَكُمْ وَقَارِبُوا بَيْنَهَا, وَحَاذُوا بِالْأَعْنَاقِ, فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ إِنِّي لَأَرَى الشَّيَاطِينَ تَدْخُلُ مِنْ خَلَلِ الصَّفِّ كَأَنَّهَا الْحَذَفُ) وفي رواية: (كَأَوْلَادِ الْحَذَفِ قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ, وَمَا أَوْلَادُ الْحَذَفِ؟, قَالَ: سُودٌ جُرْدٌ تَكُونُ بِأَرْضِ الْيَمَنِ ) (قَالَ أَنَسٌ: فَلَقَدْ كُنْتُ أَرَى الرَّجُلَ مِنَّا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ أَخِيهِ) (وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ، وَلَوْ ذَهَبْتَ تَفْعَلُ ذَلِكَ الْيَوْمَ، لَتَرَى أَحَدَهُمْ كَأَنَّهُ بَغْلٌ شَمُوسٌ).

Anas bin Malik ra. berkata: (Rasulullah saw. menatap kami sebelum bertakbir seraya bersabda: Rapatkan dan luruskan shaf) (luruskan shaf kalian. Sesungguhnya lurusnya shaf bagian dari kesempurnaan shalat). Dalam riwayat lain: (Sesungguhnya lurusnya shaf bagian dari penegakan shalat). Dalam riwayat lain: (Luruskan dan rapatkan shaf). Dalam riwayat lain: (Luruskan shaf –diucapkan 3x-. Demi yang jiwaku dalam genggamanNya, ditunjukkan di hadapanku dari balik punggungku sebagaimana yang ditampakkan di hadapan mataku). Dalam riwayat lain: (Sempurnakan shaf pertama dan seterusnya. Jika ada kekurangan maka itu pada shaf yang terakhir). Dalam riwayat lain: Rapatkan shaf, karena setan menempati pada kelonggaran) (maka rapatkan shaf kalian. Salinglah mendekat, dan sejajarkan leher kalian. Demi yang jiwa Muhammad dalam genggamanNya, sesungguhnya aku melihat setan memasuki kelonggaran shaf seperti longgarnya anak domba. Dalam riwayat lain: (Seperti longgarnya anak domba. Dikatakan, wahai Rasulullah apa maksudnya? Nabi saw. bersabda: Perisai hitam yang ada di bumi Yaman) (Anas berkata: Akhirnya aku saksikan seorang menempelkan pundak pada pundak temannya) (telapak kaki pada telapak kaki temannya. Jika anda pergi mengerjakannya hari ini tentu anda menyaksikan mereka seakan baghal yang menantang). Hr. Bukhari: 687, 690, 692; Muslim: 124; Abu Dawud: 667, 668, 671; Nasai: 813, 814, 815, 818, 845; Ibnu Majah: 993; Ahmad: 12030, 12277, 12594, 12836, 13270, 13420, 13761, 13865, 18641; Abad bin Humaid: 1406; Abu Ya’la: 3720; Ibnu Abi Syaibah: 3524.

Adapun hadits yang menjelaskan perapatan tiga unsur diriwayatkan Nu’man bin Basyir sebagai berikut:

HADITS NU’MAN BIN BASYIR RA.

وَعَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ رضي الله عنه قَالَ: (كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلَّم يُسَوِّي صُفُوفَنَا) (إِذَا قُمْنَا لِلصَّلَاةِ) (كَمَا تُقَوَّمُ الْقِدَاحُ) (فَإِذَا اسْتَوَيْنَا كَبَّرَ) (حَتَّى رَأَى أَنَّا قَدْ عَقَلْنَا عَنْهُ) (ذَلِكَ عَنْهُ وَفَهِمْنَاهُ) (ثُمَّ خَرَجَ يَوْمًا فَقَامَ حَتَّى كَادَ يُكَبِّرُ, فَرَأَى رَجُلًا بَادِيًا صَدْرُهُ مِنْ الصَّفِّ) (فَأَقْبَلَ رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلَّم عَلَى النَّاسِ بِوَجْهِهِ فَقَالَ:) (عِبَادَ اللهِ) (أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ, أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ, أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ, وَاللهِ لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ) (قَالَ: فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ, وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَةِ صَاحِبِهِ, وَكَعْبَهُ بِكَعْبِهِ)

Nu’man bin Basyir ra. berkata: (Rasulullah saw. meluruskan shaf kami) (jika kami hendak memulai shalat) (sebagaimana meluruskan anak panah) (Jika sudah lurus baruah beliau takbir) (sehingga beliau menyaksikan kami telah memahaminya) (sampai kamipun memahaminya) (Suatu hari beliau keluar shalat, ketika hendak takbir, Nabi menyaksikan seseorang yang dadanya menonjol ke depan shaf) (lalu Rasulullah menatap kami seraya bersabda:) (Wahai hamba Allah) (luruskan shaf kalian –diucapkan 3x-. Demi Allah, kalian meluruskannya atau Allah membolak-balikkan hati kalian) (Nu’man berkata: Maka aku saksikan seseorang menempelkan pundak pada pundak temannya, lutut dengan lutut temannya, dan mata kaki dengan mata kaki temannya). Hr. Bukhari: 685; Muslim: 436, 437; Abu Dawud: 662, 663, 665; Tirmidzi: 227; Nasai: 810; Ahmad: 18450, 18464.

Redaksi “yulziqu” berarti nempel rapat, “yulziqu mangkibahu bi mangkibi shahibihi” merarti menempelkan rapat antara pundak seseorang dengan pundak temannya, sedemikian pula dalam lutut dan mata kaki. Karena hadits Anas hanya meriwayatkan dua unsur (pundak dan kaki) sedangkan riwayat Nu’man ada tiga unsur (pundak, lutut dan mata kaki), maka keharusan dikedepannya yang tiga unsur. Karena Nu’man lebih cermat dari Anas.

Pertanyaannya, semua periwayatan di atas merupakan atsar sahabat, apa mungkin atsar-atsar seperti ini difahami secara denotatif? Sungguh tidak mungkin dapat dipraktekkan. Apalagi hanya adanya kelonggaran yang sedikit difatwakan salah. Fatwa seperti ini jelas bertentangan dengan hadits shahih, karena pelurusan dan perapatan shaf hanyalah wilayah sempurna atau kurang sempurnanya shaf, bukan salah dan tidaknya.

Seyogianya seorang mufti tidak memberi fatwa yang berlebihan dari bimbingan Rasulullah saw. Allah swt. mengingatkan, “wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian melebihkan dari suara Nabi”. Sehingga dampaknya sangat memberatkan bagi pelakunya.

SILAHKAN SHARE SEMOGA BERMANFAAT :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: MAAF !!