* ALHAMDULILLAH * ARTIKEL ILMIAH, KAJIAN TEMATIK & BUKU-BUKU TERBARU * TERBIT SETIAP HARI JUM'AT *

TURATS NABAWI

HADITS: BERPUASALAH PASTI ANDA SEHAT

HADITS: BERPUASALAH PASTI ANDA SEHAT

PENULIS: UST. ZAINUDDIN MZ (DIREKTUR TURATS NABAWI PUSAT STUDI HADITS)

HADITS: صوموا تصحوا (BERPUASALAH PASTI ANDA SEHAT)

STATUS HADITS: DHAIF.

Dikeluarkan Thabrani dalam “al-Ausath” (2/225/1/8477), Abu Nu’aim dalam “al-Thibbi” (24/1 dan 2) dengan sanad: Muhammad ibn Sulaiman ibn Dawud, dari Zuhair ibn Muhammad, dari Suhail ibn Abu Shalih, dari bapaknya, dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah saw.: Berpuasalah kalian pasti sehat.

Thabrani berkata: Tidak ada yang meriwayatkan dengan redaksi seperti ini kecuali Zuhair ibn Muhammad. Ini adalah periwayatan yang lemah karena merupakan periwayatan penduduk negeri Syam kepadanya. Dan hadits inilah contohnya.

Ibn Hajar dalam “Takhrij al-Ihya’” mengatakan: Hadits tersebut dikeluarkan Thabrani dalam “al-Ausath” dan Abu Nu’aim dalam “al-Thibbi al-Nabawi” dari Abu Hurairah dengan sanad yang lemah.

Al-Mundziri dalam al-Targhib: (2/60) dan Ibn Hajar al-Haitsami dalam al-Majma: (3/179) menyatakan perawi-perawinya terpercaya. Namun harus dikaji lebih lanjut, karena sekedar keterpercayaan perawi belum jaminan keshahihan hadits, tanpa mengetahui cacat samarnya. Yaitu: Periwayatan penduduk Syam terhadap Zuhair ibn Muhammad yang dinilai lemah.

Berbeda dengan al-Shan’ani dalam Subulu Salam (3/179) yang menyatakan: Hadits ini palsu, yakni hadits dengan redaksi:

اغزوا تغنموا ، و صوموا تصحوا ، و سافروا تستغنوا

Berperanglah kalian pasti dapat rampasan, berpuasalah kalian pasti sehat, dan bepergianlah kalian pasti diampuni. Hadits ini dikeluarkan Ibn Adi dalam al-Kamil: (7/2521), yakni dengan sanad Nahsyal dari Dhahhak dari Ibn Abbas. Nahsyal adalah perawi yang periwayatannya harus ditinggalkan, dan Dhahhak ternyata tidak pernah mendengar dari Ibn Abbas.

Puasa memang dapat menjadikan sebagian pelakunya sehat, bahkan puasa sudah menjadi terapi kesehatan, namun harus difahami bahwa kebenaran wahyu adalah mutlak. Artinya konsep puasa jaminan kesehatan itu harus cocok secara universal dan kapan saja. Padahal seseorang dalam kondisi tertentu akan berdampak berbahaya sekiranya yang bersangkutan berpuasa, itulah sebabnya Allah tidak mewajibkan mereka apabila memiliki udzur syar’i.

Selanjutnya, ciri khas bahasa wahyu kebenarannya adalah mutlak, relevan pada saat disampaikan oleh Nabi sampai zaman sekarang bahkan sampai hari akhirat nanti. Kebenarannya dari berbagai sisi, tidak isidental atau hanya benar pada satu sisi namun tidak benar pada sisi lainnya. Apabila karakteristik seperti ini dijadikan acuan untuk meneliti teks hadits, maka akan tampak kekeliruan hadits di atas.

Memang satu sisi tidak disangsikan bahwa terapi puasa dapat dijadikan media untuk kesehatan, namun apakah terapi seperti ini cocok untuk setiap kondisi manusia. Bisa jadi orang yang berpotensi memiliki penyakit maaq yang akut justru akan berdampak bahaya bila ia menggunakan terapi puasa sebagai medianya.

Artinya terapi puasa pada satu sisi memang memilki khasiat kesehatan yang luar biasa, namun pada sisi yang lain dapat membinasakan pelakunya.

Disinilah perlunya dipertaruhkan apakah doktrin itu muncul dari lisan Rasulullah atau muncul dari orang yang memiliki pengalaman berpuasa yang dapat menyehatkan dirinya sendiri yang belum tentu tepat untuk orang lain.

Oleh sebab itulah, walaupun puasa Ramadhan diwajibkan kepada setiap insan muslim, namun bagi mereka yang memiliki potensi berbahaya apabila melakukannya, maka Allah tidak membebani yang bersangkutan untuk tetap wajib berpuasa, kepada yang bersangkutan diberikan berbagai alternatif sebagai pengganti puasanya.

TAKHRIJ HADITS

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang dikeluarkan oleh Thabrani dalam Mu’jam Ausath, Abu Nu’aiam dalam Thibbi. Dari jalur Muhammad ibn Sulaiman ibn Abu Daud dari Zuhair ibn Muhammad dari Suhail ibn Abi Salih dari bapaknya dari Abu Hurairah. Thabrani menilai: Tidak ada seorang pun yang mengeluarkan dengan redaksi seperti ini kecuali Zuhair ibn Muhammad, dia perawi dhaif (lemah) bilamana murid-muridnya dari penduduk Syam, dan ini contohnya. Hadits ini juga dipergunakan imam Ghazali dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin. Imam Zainuddin al-Iraqi dalam Takhrij Ihya’ Ulumuddin mengatakan: Hadits tersebut dikeluarkan Thabrani dalam al-Ausath dan Abu Nu’aim dalam Thibbi Nabawi dari riwayat Abu Hurairah dengan sanad (mata rantai perawi) yang lemah. Bahkan oleh imam al-Shan’ani hadits ini dinilai palsu.

Dalam hal ini sangat kontradiksi dengan penilaian imam Mundziri dalam al-Targhib dan imam al-Haitsami dalam al-Majma’ yang menyatakan sanad (mata rantai perawi) hadits ini shahih. Penilaian yang kontradiksi di kalangan pemerhati hadits sering terjadi seperti ini.

Seorang pengamat menilai shahih namun yang lain menilai dhaif bahkan palsu. Ternyata biangnya pada perawi yang bernama Zuhair ibn Muhammad, memang dia pribadi adalah perawi terpercaya, namun apabila digurui oleh penduduk Syam kondisinya sudah berubah sehingga kedudukannya pun jadi berubah.

Maka seorang peneliti menurut kaidah yang disepakati seharusnya memahami apakah periwayatannya itu disampaikan saat dalam kondisi primanya, atau dalam kondisi yang membuat periwayatannya sulit untuk diterima. Seperti inilah kasus periwayatan Hisyam ibn Urwah ibn Zubair ibn Awwam al-Qurasyi dari bapaknya pada waktu meriwayatkan hadits usia pernikahan dini Aisyah. Ketika Urwah masih muda di Madinah memang periwayatannya cukup handal, namun ketika tua dan hijrah ke negeri Syam pemikirannya sudah berubah.

Sehingga sulit untuk dikatakan haditsnya shahih. Untungnya periwayatan Hisyam ibn Urwah ada kesaksian periwayatannya sehingga haditsnya masih berstatus shahih (hati-hati membaca tulisan para tokoh Qodyani yang banyak diakses dalam internet bahwa hadits itu dituduh palsu, padahal hadits itu tercantum dalam shahih Bukhari dan memiliki kesaksian periwayatan yang shahih).

Sementara dalam periwayatan Zuhair ibn Muhammad tidak memiliki kesaksian periwayatan yang kuat. Memang dalam periwayatan Zuhair ibn Muhammad memiliki kesaksian periwayatan dari Ibn Abbas, yakni hadits “Berperanglah anda pasti dapat rampasan perang dan berpuasalah kalian pasti sehat” yang dikeluarkan Ibn Adi dengan jalur sanad Nashal dari Dhahhak dari Ibn Abbas.

Sayangnya kesaksian periwayatan ini sangat lemah bahkan palsu, karena Nashal dinilai matruk (haditsnya harus ditinggalkan) dan Dhahhak tidak pernah berjumpa dengan Ibn Abbas (sanadnya terputus). Dengan penelitian yang lebih jeli akhirnya kita dapat menetapkan bahwa penilaian Mundziri dan Haitsami bahwa hadits di atas shahih perlu dikaji ulang.

Referensi: Lebih lanjut silakan merujuk referensi berikut ini: Thabrani dalam Mu’jam Ausath: 2/225/8477. Abu Nu’aiam dalam al-Iraqi dalam Takhrij Ihya’ Ulumuddin: 3/75, Thibbi: 24/1-2. Ibn Adi: 7/2521. Mundziri dalam al-Targhib: 2/60.

SILAHKAN SHARE SEMOGA BERMANFAAT :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: MAAF !!