* ALHAMDULILLAH * ARTIKEL ILMIAH, KAJIAN TEMATIK & BUKU-BUKU TERBARU * TERBIT SETIAP HARI JUM'AT *

TURATS NABAWI

HADITS TOLERANSI

HADITS TOLERANSI

PENULIS: UST. ZAINUDDIN MZ (DIREKTUR TURATS NABAWI PUSAT STUDI HADITS)

PENDAHULUAN

Toleransi dalam kajian fiqih Islam masuk kategori al-mu’amalat (interaksi sosial) yang mendapatkan porsi besar, dan hal ini tampak dalam berbagai penjelasan Rasulullah saw. yang termaktub dalam berbagai manuskrip al-haditsiyah. Bahkan dalam konsep Al-Qur’an, manusia akan terpuruk dalam kesesatan jika dia tidak ditemukan sinkronisasi kebajikan baik yang ada hubungannya secara vertikal maupun hubungannya secara horizontal.

Berbagai kodifikasi hadits telah dibukukan oleh ulama, khususnya secara tematik yang membahas tentang teloransi. Kekeliruan yang sering didakwahkan oleh non muslim bahwa toleransi sudah dimasukkan ranah al-ta’abbidiyah, yang sebenarnya bukan pada ranah sosial. Sehingga umat Islam harus mewaspadai, pada koridor apa Islam membenarkan konsep toleransi dan pada wilayah mana yang tidak diperbolehkan adanya toleransi.

HADITS-HADITS TOLERANSI

Pertama kali kehadiran Rasulullah saw. di kota Madinah adalah menata keharmonisan kehidupan di lingkungan masyarakat yang majemuk. Sebagaimana dimaklumi penduduk Madinah merupakan multi agama dan kepercayaan, bahkan multi kultural.

Salah satu teori hijrah Nabi dari Makkah ke kota Madinah adalah tidak ditemukannya sosok yang mampu mendamaikan kerusuhan antar suku penduduk Madinah, apalagi kelompok Khadraj dan Aus, dan mereka menyadari hanya dengan kehadiran Rasulullah saw. cita-cita hidup bersama secara toeran akan terpenuhi.

Untuk menjawab kebutuhan mereka itulah, tidak henti-hentinya penduduk Madinah meyakinkan kepada pribadi Rasulullah saw. akan jaminan keamanan bahkan pertolongan yang mereka berikan, sehingga dua kali mereka mengadakan pembaiatan (janji setia) kepada Rasulullah, baik baiat Aqabah yang pertama maupun baiat Aqabah yang kedua.

Hadits-hadits yang memaparkan toleransi cukup banyak sebagaimana yang telah penulis ungkapkan di depan, berikut ini penulis uraikan hal yang sangat sepele namun memiliki dampak yang luar biasa dalam menggambarkan seperti apa toleransi yang dibinakan oleh Rasulullah saw.

PERTAMA: MENCINTAI SEMUA TETANGGA

Mencintai sesama tetangga haditsnya diriwayatkan oleh Anas ibn Malik sebagai berikut:

عن أنس أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: والذى نفسى بيده لا يؤمن عبد حتى يحب لجاره ما يحب لنفسه (أخرجه مسلم و أبو يعلى)

Dinarasikan Anas ibn Malik ra., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Demi yang jiwaku di tangan-Nya, tidaklah beriman seseorang hamba sehingga dia mencintai tetangganya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. Hr. Muslim: dan Abu Ya’la: 2967.

Mencintai diri sendiri tidaklah cukup untuk menggambarkan kualitas keimanan seseorang, melainkan harus dicerminkan juga mencintai semua tetangganya. Kata “tetangga” dalam teks hadits ini cakupannya umum, yakni tetangga sesama orang muslim atau tetangga non muslim.

Sebagaimana dimaklumi bahwa Rasulullah saw. bukan hanya bertetangga muslim namun beliau juga bertetangga dengan non muslim, apakah dia orang yahudi, nasrani, majusi bahkan kelompok al-shabi’ah. Mereka sama-sama mempunyai hak untuk dicintai, dalam ribwayat lain juga untuk mendapatkan prilaku kedamaian. Dalam redaksi yang lain Rasulullah saw. bersabda:

عن ابن عمرو  أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال :خير الأصحاب عند الله خيرهم لصاحبه وخير الجيران عند الله خيرهم لجاره (أخرجه أحمد، والترمذى وابن حبان، والحاكم والبيهقى فى الشعب  سعيد بن منصور والدارمى والبخارى فى الأدب المفرد وابن خزيمة

Dinarasikan Ibn Amr ra., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah sebaik-baik mereka terhadap sesama saudaranya dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah sebaik-baik mereka terhadap tetangganya.

Hr. Ahmad: 6566. Turmudzi: 1944. Ibn Hibban: 518. Hakim: 1620. Baihaqi dalam Syu’abil Iman: 9541. Sa’id ibn Mansur: 2388. Darimi: 2437. Bukhari dalam Adab Mufrad: 115. Ibn Khuzaimah: 2539.

Pada teks hadits di atas tampak jelas bahwa sebaik-baik insan muslim adalah dia yang terbaik mu’amalahnya dengan semua tetangganya, apakah tetangga itu insan muslim atau non muslim, semuanya harus mendapatkan sentuhan kasih sayang dan kedamaian.

Itulah sebabnya, sejarah membuktikan bahwa berdampingan dengan Rasulullah, sebelum Madinah dinyatakan sebagai tanah haram (yang tidak boleh dihuni kecuali oleh muslim), Rasulullah saw. berdampingan damai dengan yahudi, nasrani, majusyi, bahkan sekte al-shabi’ah.

KEDUA: LARANGAN MENDZALIMI NON MUSLIM

Di samping Rasulullah saw. menjalin kemesraan dengan non muslim, Rasulullah juga mengadakan kontak dagang dengan non muslim, bahkan menurut hadits, Nabi saw. pinjam kepada yahudi dengan menggadaikan baju besinya. Klimaks dari kemesraan itu tercatat dalam hadits bahwa Rasulullah saw. melarang umatnya untuk menyakiti non muslim (kafir dzimmi), sebagai berikut:

عن ابن مسعود أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : من آذى ذميًّا فأنا خصمه ومن كنت خصمه خصمته يوم القيامة (أخرجه الخطيب في تاريخ بغداد)

Dinarasikan Ibn Mas’ud ra., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa yang menyakiti kafir dzimmi, maka saya kelak yang akan menjadi musuhnya. Dan barangsiapa yang saya musuhi, maka dia yang saya musuhi di hari kiamat.

Hr. Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Bagdad: 8/370. Ditemukan pada hadits ini memunyai dua jalur sanad yang keduanya lemah.

PENUTUP

Dari paparan di atas tampak begitu mulianya Islam di mata internal umat Islam maupun eksternal umat Islam. Ibarat lebah, sekiranya orang tidak menganggunya tentu dia akan dapat menikmati madunya, namun sekiranya ada orang yang mengganggunya jangan disalahkan apabila ia menyengat bahkan mematikan.

Itulah gambaran kehadiran umat Islam sebagai rahmatan lil alamin, yang mendapatkan rahmat bukan hanya umat Islam, non muslim pun juga ikut merasakannya.

Maka hati-hati memahami hadits yang tampaknya difahami Islam sebagai teroris, seperti menyeruduk yahudi di jalan dan lainnya, seharusnya hadits-hadits seperti ini difahami secara proporsional. Kajian hadits di Barat diwarnai dengan teks-teks seperti di atas secara parsial, sehingga Islam tidak pernah difahami sebagai agama pembawa “kasih sayang”.

SILAHKAN SHARE SEMOGA BERMANFAAT :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: MAAF !!