* ALHAMDULILLAH * ARTIKEL ILMIAH, KAJIAN TEMATIK & BUKU-BUKU TERBARU * TERBIT SETIAP HARI JUM'AT *

TURATS NABAWI

KESETARAAN GENDER DALAM HAK MENCARI ILMU

KESETARAAN GENDER DALAM HAK MENCARI ILMU

PENULIS: UST. ZAINUDDIN MZ (DIREKTUR TURATS NABAWI PUSAT STUDI HADITS)

TEKS HADITS: Thalabul ilmi faridhatun ‘ala kulli muslimin.

TERJEMAHAN: Mencari ilmu adalah wajib bagi setiap muslim.

STATUS HADITS: SHAHIH.

PENJELASAN HADITS: Mencari ilmu wajib bagi setiap muslim, tentu menyangkut baik jenis laki-laki maupun jenis perempuan. Kedua jenis makhluk Allah ini tidak dibedakan dalam hak untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Dengan demikian konsep thalabul ilmi ini mengandung makna kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan.

Inilah keadilah syariat Ilahi, satu sisi antara laki-laki dan perempuan diberi hak yang sama, namun di berbagai syari’at nilai bagi keduanya dibedakan. Memang semua manusia diciptakan dari jiwa yang sama, namun harus disadari keduanya (laki-laki dan perempuan) juga diciptakan dengan memiliki kodrat yang berbeda. Maka sangat tidak benar apabila hak kesetaraan gender digeneralisasikan pada semua aspek kehidupan dan keagamaan.

Dalam firman Allah yang berbunyi “Ya ayyuhal ladzina amanu” misalnya, selalu memiliki makna kesetaraan gender. Maka dalam contoh shalat Jum’at, Allah juga memulai panggilan ini dengan ya ayyuhal ladzina amanu. Sehingga tidak bisa diingkari bahwa syari’at Jum’at itu sama baik untuk laki-laki maupun perempuan. Namun nilai syari’at itulah yang dibedakan.

Lewat penjelasan Rasulullah saw. akhirnya kita mengetahui bahwa nilai syari’at Jum’at bagi laki-laki hukumnya wajib sedangkan nilai syari’at Jum’at bagi perempuan adalah tidak wajib.

Kita dapat membayangkan sekiranya wanita menuntut kesetaraan gender dalam hal kewajiban jum’atan. Seusai wanita itu melahirkan dan setelah selesai masa nifasnya sekitar empat puluh hari ia diwajibkan berjumatan sebagaimana laki-laki. Maka pertanyaanya, apakah bayinya harus dibawa? Lantas ditaruh dimana bayinya itu. Apa tidak perlu membawa popoknya, termosnya, susunya, pempesnya. Sekiranya dititipkan di rumah biar dijaga pembantunya, bukankah pembantunya yang laki-laki dan perempuan juga diwajibkan Jum’atan?

Maka berbahagialah, kepada kita diutus Rasulullah untuk memberikan interpretasi kehendak Tuhan, sehingga kedua teks (baik Al-Qur’an maupun hadits tersebut) tidak terbukti kontradiktif sebagaimana yang difahami oleh sebagian umat. Wallahu a’lam.

TAKHRIJ HADITS: Hadits ini diriwayatkan oleh 4 sahabat. Yaitu Anas ibn Malik, Ibn Abbas, Ibn Umar, dan Ali ibn Abi Thalib. Hadits yang diriwayatkan Anas ibn Malik dikeluarkan Ibn Adi, Ibn Abdil Bar, Baihaqi dalam Syiabil Iman, Ibn Asakir, Abu Ya’la, Thabrani dalam al-Ausath, Thabrani dalam al-Shaghir, Abu Nu’aim dalam Hilyah, Ismaili dalam Mu’jam Syuyukh, Qadha’i: 175 dan Bazzar. Hadits yang diriwayatkan Ibn Abbas dikeluarkan Thabrani dalam Mu’jam al-Ausath. Hadits yang diriwayatkan Ibn Umar dikeluarkan Rafi’I, Ibn Adi, dan Ibn Juma’i dalam Mu’jam Syuyukh.

Hadits yang diriwayatkan Ali ibn Abi Thalib dikeluarkan oleh Khatib Baghdadi, dan Ibn Katsir. Bahkan dalam al-Jami’ al-Shaghir ada informasi tambahan bahwa hadits di atas juga diriwayatkan Abu Sa’id al-Khudri yang dikeluarkan Thabrani dalam al-Ausath, Baihaqi dalam Syu’abil iman, Tamam, Khatib al-Baghdadi, dan Ibn Asakir. Juga diriwayatkan Husain ibn Ali yang dikeluarkan Thabrani dalam al-Ausath, Dhiya’ al-Maqdisi, Khatib al-Baghdadi dan Ibn Najjar. Dan juga diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud yang dikeluarkan Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir, Thabrani dalam Mu’jam al-Ausath dan Ibn Asakir. Memang ada di antara hadits di atas dikeluarkan dengan sanad (mata rantai perawi)nya ada yang dhaif namun juga ada yang shahih.

Maka bagi peneliti hadits yang hanya menemukan hadits tersebut dari referensi himpunan hadits dhaif bahkan palsu, maka secara parsial menyimpulkan hadits ini dhaif bahkan palsu. Namun apabila peneliti lebih lanjut melacak keberadaan hadits tersebut pada referensi yang lain akan menemukan bahwa hadits itu bisa meningkat menjadi hadits shahih. Benar, sekiranya hadits itu ada sisipan redaksi “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim”. Adanya tambahan yang disisipkan itulah yang menjadi hadits itu benar-benar palsu sebagaimana yang telah penulis paparkan sebelumnya.

Referensi: Lebih lanjut silakan merujuk referensi berikut ini: Maqasid: 275. Tamyiz: 99. Kasyf: 2/43. Durar: 283. Jami’ Bayan al-Ilmi: 1/7. Maudhu’at: 1/215. La’ali: 1/193. Tanzih Syari’ah: 1/258. Fawaid li Karmani: 76. Fawaid li Syaukani: 272. Ibn Adi: 1/202. Ibn Abdil Bar: 1/7. Baihaqi dalam Syiabil Iman: 1665. Ibn Asakir: 52/341. Abu Ya’la: 2837. Thabrani dalam al-Ausath: 9. Thabrani dalam al-Shaghir: 22. Abu Nu’aim dalam Hilyah: 8/323. Ismaili dalam Mu’jam Syuyukh: 3/775. Qadha’i: 175. Bazzar: 94. Thabrani dalam Mu’jam al-Ausath: 4096. Rafi’i: 2/340. Ibn Adi: 1/179. Ibn Juma’i dalam Mu’jam Syuyukh: 177. Khatib Baghdadi: 1/407. Ibn Katsir: 43/12.

SILAHKAN SHARE SEMOGA BERMANFAAT :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: MAAF !!