
MENELADANI SHALAT NABI SAW
MENELADANI SHALAT NABI SAW
PENULIS: UST. ZAINUDDIN MZ (DIREKTUR TURATS NABAWI PUSAT STUDI HADITS)
TEKS HADITS: Shallu kama raaitumuni ushalli.
TERJEMAHAN: Shalatlah kalian semua sebagaimana kalian melihat unggah-ungguh shalatku.
STATUS HADITS: SHAHIH.
PENJELASAN HADITS: Sedemikian ketatnya aturannya sampai dalam shalat kita harus melaksanakan persis seperti apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Jenis ibadah seperti inilah yang lazim disebut “ibadah mahdhah”. Maka tidak ada lagi rekayasa, inovasi, kreasi atau modifikasi. Tentunya sebagai hamba yang penuh dengan keterbatasan akan meneladani shalat Nabi dengan segala kemampuan. Karena pada prinsipnya Tuhan tidak membebani umat di luar kadar kemampuannya. Ketika ada teman yang merekayasanya dengan menggunakan bahasa Indonesia, tentu menarik untuk disimak apa yang menjadi alasan atau argumentasinya.
Dalam pandangan teman ini memahami shalat adalah do’a, maka ia merasa lebih khusu’ apabila dalam berdo’a itu dilakukan dengan bahasa yang dapat difahami oleh dirinya, toh Tuhan maha mengerti dengan bahasa apa Dia dimunajati oleh hambanya. Pengalaman ritual shalat dengan bahasa Indonesia itulah yang dirasakan lebih nikmat ketimbang dengan bahasa Arab yang ia sendiri tidak memahaminya.
Memang shalat dalam arti bahasa berarti do’a. Namun harus difahami bahwa do’a itu ada yang tauqifiyah ada yang non tauqifiyah. Tentunya pada aspek doa yang non tauqifiyah kita diberi kelonggaran untuk memunajatkan isi hati kita dengan bahasa apapun, walaupun dalam perasaan kita akan lebih pas sekiranya kita memohon Allah dengan bahasa Allah itu sendiri atau dengan bahasa Rasul-Nya.
Namun sekali lagi pada aspek doa yang tauqifiyah, maka nalar kita dipasung dengan konsep “sami’na wa atha’na”. Sekiranya shalat dapat dilakukan dengan bahasa Indonesia, tentu juga bisa dilakukan dengan bahasa Madura dan lainnya. Lalu bagaimana seseorang yang tidak memahami bahasa Madura bermakmum di belakang orang yang shalat dengan bahasa Madura itu? Apalagi imamnya memakai bahasa Cina atau Rusia, sementara makmumnya tidak memahami bahasa tersebut.
Takhrij HADITS: Hadits ini diriwayatkan oleh Malik ibn Huwairits yang dikeluarkan oleh Bukhari, Muslim, Nasai, Darimi, Baihaqi, Daraqutni, dan Ahmad. Hadits di atas merupakan cuplikan dari rangkaian hadits yang panjang, dimana Malik ibn Huwairits bercerita: Waktu itu kami bersama beberapa teman sebaya mondok di sisi Rasulullah saw. Kami hidup bersama beliau selama dua puluh hari. Ternyata Rasulullah di mata kami sangat santun, sayang dan sangat perhatian.
Ketika beliau memahami bahwa kami mulai merindukan keluarga, maka Nabi bertanya tentang keluarga kami dan kami pun menceritakan ihwal mereka. Lalu Rasulullah saw. bersabda: Pulanglah kepada keluarga kalian, ajarilah mereka shalat.
Shalatlah kalian semua sebagaimana kalian melihat unggah-ungguh shalatku. Apabila waktu shalat telah datang, maka hendaklah ada yang mengumandangkan shalat, dan orang yang lebih tua bertindak menjadi imam kalian. Hanya saja redaksi “Shalatlah kalian semua sebagaimana kalian melihat unggah-ungguh shalatku” tidak termaktub dalam shahih Muslim dan sunan Nasai.
Semestinya penelusuran sebuah hadits dirujuk kepada berbagai referensi sehingga ditemukan kelengkapan redaksi hadits secara utuh. Dengan cara demikian kita dapat lebih memahami hadits secara proporsional.
Referensi: Lebih lanjut silakan merujuk referensi berikut ini: Bukhari: 1/165, 171, 178, 211. 4/116, 413. Muslim: 2/341. Nasai: 1/104. 105, 108. Darimi: 1/286. Baihaqi: 1/385. 2/17. Daraqutni: 101. Ahmad: 3/436. 5/53.

