
MUHAMMAD SAW PENYEMPURNA AKHLAK
MUHAMMAD SAW PENYEMPURNA AKHLAK
PENULIS: UST. ZAINUDDIN MZ (DIREKTUR TURATS NABAWI PUSAT STUDI HADITS)
TEKS HADIS: Innama bu’itstu liutammima makarimal (shalihal) akhlaq.
TERJEMAHAN: Sesungguhnya aku diutus Tuhan untuk menyempurnakan kemuliaan (keshalihan) akhlak.
STATUS HADIS: Hadis shahih.
TAKHRIJ HADIS: Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan Anas ibn Malik. Diriwayatkan Abu Hurairah yang dikeluarkan Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ibn Sa’ad dalam Thabaqat, Hakim, Ahmad, Ibn Asakir dalam Tarikh Baqdad, Baihaqi dan Dailami. Diriwayatkan Anas ibn Malik yang dikeluarkan oleh Malik.
PENJELASAN HADIS: Inilah misi utama diutusnya nabi kita Muhammad saw. kepada segenap manusia di muka bumi, baik untuk umat pada zamannya maupun umat yang datang sepeninggal beliau sampai generasi yang hadir pada hari kiamat kelak, termasuk untuk kita yang hidup dewasa ini. Apakah moral tersebut terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhannya, atau hubungan manusia dengan tumbuh-tumbuhan, atau hubungan manusia dengan hewan, atau hubungan manusia dengan lingkungan, atau hubungan manusia dengan sesama manusia baik sesama muslim maupun non muslim. Semuanya dibingkai dalam moral yang sangat mulia. Pada kesempatan ini penulis hanya memaparkan contoh satu sisi moral, yakni tatakrama seorang hamba ketika memohon kepada Tuhannya. Keberadaan masyarakat jahiliah, bukan berarti jahiliah dalam aspek intelektualnya. Dalam pandangan mereka hanya orang-orang yang termulia, permohonannya akan dikabulkan Tuhan. Sejak zaman nabi Nuh as. Para leluhur Uzza, Manat, Yaguts, Yauq, Suwa’, Hubal dan lainnya tidak diyakini sudah mati, melainkan masih hidup, dapat mendengar dan dapat diajak berkumunikasi yang akhirnya dijadikan mediator dalam permohonan mereka kepada Tuhan. Mereka memang memohon kepada Allah, namun secara nalar sifat kelemahan mereka tidak mungkin berhubungan langsung kepada Allah, mereka mencari mursyid yang dijadikan mediator agar berkenan memohonkan permintaannya kepada Tuhan. Inilah kesyirikan pertama yang terjadi pada anak cucu Adam as. Dan perjuangan Nuh layak mencapai taraf Ulil Azmi, yang belum pernah digapai oleh para Rasul sebelumnya. Sekian ribu tahun kemudian teman-teman Yahudi pun terpuruk dalam kasus yang sama. Kali ibi bukan leluhur Uzza dan kawan-kawannya yang dianggap paling dekat dengan Tuhan, melainkan Uzair (yang akhirnya dikultuskan sebagai anak Tuhan, subhanallah). Kini ketika mereka memohon kepada Tuhan, tidak langsung kepada-Nya, melainkan menjadikan ruh Uzair sebagai mediatornya, segala permohonan mereka terasa tidak akan diterima oleh Tuhan sekiranya tidak dilewatkan kepada Uzair. Akhirnya Uzair yang dijadikan mursyid mereka dalam memohon kepada Tuhan. Kemudian setelah sekian ribu tahun, datanglah teman-teman Nasrani. Hamba yang dianggap paling shalih bukan lagi Hubal atau Uzair, melainkan nabi Isa (Yesus) yang telah dikultuskan sebagai anak Tuhan layaknya Yahudi terhadap Uzair, subhanallah. Sehingga sampai dewasa ini bahkan sampai di kemudian hari doa mereka merasa tidak akan dikabulkan Bapa (Tuhan) tanpa bermediator dengan Yesus. Itulah perjalanan kesyirikan anak cucu Adam. Bisa jadi peristiwa ini kelak akan terjadi pada umat Muhammad saw. Ada di antara kita yang masih percaya bahwa Nabi Muhammad saw. masih hidup, dapat mendengar dan dapat diajak kemunikasi sehingga ruh beliau dijadikan mediator oleh umatnya dalam memohon sesuatu kepada Tuhan. Di masyarakat Mesir bahkan Syaikh Rifa’i yang dikultuskan sebagai hamba suci yang akhirnya dijadikan mediator umatnya dalam doa mereka. Di Palestina Syaikh Balwa yang dikultuskan sebagai hamba suci yang akhirnya juga dijadikan mediator umatnya dalam doa mereka. Di wilayah Timur, Hadhramaut, Persia, India, Malaya bahkan sampai ke negeri Cina Syaikh Abdul Qadir Jailani yang dianggap hamba paling suci, sehingga ada keyakinan kita bahwa doa apa pun yang kita munajatkan kepada Tuhan tidak akan sampai kepada-Nya tanpa bermediator kepada beliau. Itulah siklus kesyirikan anak cucu Adam yang tidak henti-hentinya dihembuskan oleh Iblis dalam hati sanubari setiap kita sepanjang masa. Semoga kemuliaan moral Rasulullah saw. dalam memohon kepada Tuhan dapat kita jadikan suri teladan. Amin.
REFERENSI: Lebih lanjut silakan merujuk referensi berikut ini: Maqasid: 105. Durar: 151. Tamyis: 35. Kasyf: 1/211. Makarim al-Akhlaq: 2,5. Bukhari dalam Adabul Mufrad: 273. Ibn Sa’ad dalam Thabaqat: 1/192. Hakim: 4221. Ahmad: 8939. Ibn Asakir dalam Tarikh Baqdad: 6/267/1, Baihaqi: 20571, Dailami: 2098. Malik: 1609.

