PEMAHAMAN TENTANG TALQIN
PEMAHAMAN TENTANG TALQIN
PENULIS: UST. ZAINUDDIN MZ (DIREKTUR TURATS NABAWI PUSAT STUDI HADITS)
TALQIN ORANG HENDAK MENINGGAL
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِىِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ دَخَلَ عَلَيْهِ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم وَعِنْدَهُ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِى أُمَيَّةَ، فَقَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم أَىْ عَمِّ قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ. فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِى أُمَيَّةَ يَا أَبَا طَالِبٍ، أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ. فَقَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم لأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ. فَنَزَلَتْ مَا كَانَ لِلنَّبِىِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِى قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ.
Dinarasikan Sa’id ibn Musayyab dari bapaknya: Ketika Abu Talib mendekati ajalnya, Rasulullah saw. masuk menemuinya dan di dekatnya ada Abu Jahal dan Abdullah ibn Abu Umayyah. Lalu Nabi bersabda: Wahai pamanku, ucapkanlah tidak ada sesembahan yang berhak di sembah selain Allah, yang dengannya saya akan berhujjah untuk membelamu di sisi Allah. Maka Abu Jahal dan Abdullah ibn Umayyah berkata kepadanya: Wahai Abu Talib, Apakah anda benci dengan agama Abdul Muthalib? Maka Nabi saw. bersabda kepadanya: Sungguh saya akan memintakan ampunan untukmu selama saya tidak dilarang. Lalu turunlah ayat: Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampunan kepada Allah bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. (QS. Al-Taubah: 113).
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنِ الزُّهْرِىِّ قَالَ أَخْبَرَنِى سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَوَجَدَ عِنْدَهِ أَبَا جَهْلٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِى أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ، فَقَالَ أَىْ عَمِّ قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ. فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِى أُمَيَّةَ أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ، وَيُعِيدَانِهِ بِتِلْكَ الْمَقَالَةِ حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، وَأَبَى أَنْ يَقُولُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَاللَّهِ لأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ مَا كَانَ لِلنَّبِىِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَأَنْزَلَ اللَّهُ فِى أَبِى طَالِبٍ، فَقَالَ لِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّكَ لاَ تَهْدِى مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِى مَنْ يَشَاءُ.
Dinarasikan Sa’id ibn Musayyab dari bapaknya: Saat Abu Talib naza’, Nabi saw. masuk dan di dekatnya ada Abu Jahal dan Abdullah ibn Abu Umaiyah. Nabi saw. bersabda: Wahai paman, ucapkan: Tiada Tuhan selain Allah sebuah kalimat yang akan saya jadikan sebagai pembela untukmu di sisi Allah. Abu jahal dan Abdullah ibn Abu Umaiyah berkata: Wahai Abu Talib! Apa anda membenci agama Abdul Muttalib? Keduanya terus mengucapkannya hingga Abu Talib mengucapkan sesuatu di akhir kata-katanya yang menunjukkan ia berada di atas agama Abdul Muttalib. Lalu Nabi saw. bersabda: Saya akan memintakan ampunan untukmu selama saya tidak dilarang. Kemudian turunlah ayat: Tidak patut bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampunan kepada orang-orang musyrik meski mereka memiliki kekerabatan setelah jelas bagi mereka bahwa mereka adalah para penghuni neraka jahanam. (QS. Al-Taubah: 113). Dan berkenaan dengan Abu Talib Allah menurunkan kepada Nabi saw. ayat: Sesungguhnya anda tidak mampu memberi petunjuk kepada orang yang anda cintai. (QS. Al-Qasas: 56).
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنِ الزُّهْرِىِّ قَالَ أَخْبَرَنِى سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ كَلِمَةً. أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ.
Dinarasikan Sa’id ibn Musayyab dari bapaknya: Ketika Abu Thalib menghadapi wafatnya, Rasulullah saw. mendatanginya dan bersabda: Ucapkan la ilaha illallah, kalimat yang dapat saya jadikan sebagai hujjah di sisi Allah.
TALQIN PERTOBATAN PENCURI
أَخْبَرَنَا سُوَيْدُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِى طَلْحَةَ عَنْ أَبِى الْمُنْذِرِ مَوْلَى أَبِى ذَرٍّ عَنْ أَبِى أُمَيَّةَ الْمَخْزُومِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أُتِىَ بِلِصٍّ اعْتَرَفَ اعْتِرَافًا وَلَمْ يُوجَدْ مَعَهُ مَتَاعٌ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَا إِخَالُكَ سَرَقْتَ. قَالَ بَلَى. قَالَ اذْهَبُوا بِهِ فَاقْطَعُوهُ ثُمَّ جِيئُوا بِهِ. فَقَطَعُوهُ ثُمَّ جَاءُوا بِهِ فَقَالَ لَهُ قُلْ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ. فَقَالَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ. قَالَ اللَّهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ.
Dinarasikan Abu Umayah al-Makhzumi: Dihadapkan kepada Rasulullah saw. seorang pencuri yang memberikan sebuah pengakuan, padahal tidak didapatkan barang bersamanya. Kemudian Rasulullah saw. bersabda kepadanya: Saya kira anda tidak mencuri. Kemudian orang tersebut mengatakan: Benar (saya mencuri). Nabi bersabda: Bawalah orang ini dan potonglah tangannya. Kemudian mereka memotongnya lalu dihadapkan kembali kepada Nabi. Kemudian Rasulullah saw. bersabda kepadanya: Katakanlah, saya meminta ampun kepada Allah dan bertobat kepadaNya. Maka orang tersebut berkata: Saya meminta ampun kepada Allah dan bertobat kepadaNya. Nabi bersabda: Ya Allah, terimalah tobatnya. (Hr. Nasai)
Dari paparan di atas dapat difahamai bahwa “talqin” merupakan membelajaran yang bersifat bagaimana orang yang ditalqin itu mampu melafadzkan seperti yang dilafadzkan oleh pentalqin. Seperti guru ngaji TPQ yang mentalqin para santri bacaan Al-Qur’an agar para santri mampu melafadzkan sesuai yang diajarkan oleh gurunya, baik sisi tajwid maupun makhraj hurufnya.
Pada hadits pertama tercermin bagaimana Nabi saw. membimbing pamannya agar di akhir hayatnya mampu melafadzkan “la ilah illallah” seperti yang dibimbing oleh Rasulullah saw.
Pada hadits berikutnya bagaimana Nabi mentalqin pencuri yang bertobat kepada Allah, sehingga Kemudian Rasulullah saw. bersabda kepadanya: Katakanlah, saya meminta ampun kepada Allah dan bertobat kepadaNya. Maka orang tersebut berkata: Saya meminta ampun kepada Allah dan bertobat kepadaNya. Nabi bersabda: Ya Allah, terimalah tobatnya.
Jadi, mungkinkah orang hidup dapat mentalqin orang yang sudah meninggal dunia, agar mayit dapat melafadzkan seperti yang diucapkan oleh sang pentalqin?