
PERHIASAN ANTARA EMAS DAN WANITA
PERHIASAN ANTARA EMAS DAN WANITA
PENULIS: UST. ZAINUDDIN MZ (DIREKTUR TURATS NABAWI PUSAT STUDI HADITS)
PENDAHULUAN
Dunia dan seisinya adalah anugrah dan perhiasan yang diserahkan Allah untuk hamba-Nya agar dikelolah sesuai dengan kehendakNya. Karena hal itu dapat menjadi fadhilah (keutamaan) yang dapat mengantarkan seseorang menuju surga, atau sebaliknya akan menjadi istidraj (umpan) yang akan menjadi bahan bakarnya di api neraka.
Itulah sebabnya, pada setiap hamba yang menerima perhiasan dari Allah diminta untuk berikrar “hadza min fadhli rabbi” (semua ini murni karunia dari Tuhanku), tidak ada kesombongan, semua ini adalah hasil jerih payahku atau ungkapan sejenisnya. Ia memahami semuanya adalah ujian. Jika pandai mensyukurinya, pasti akan ditambah oleh Allah, namun jika mengkufurinya, maka diancam dengan siksaan yang sangat pedih.
PERHIASAN EMAS
Dari sekian perhiasan anugrah Ilahi, emas dan wanita merupakan perhiasan yang spesial, kehadirannya di satu sisi dapat mendatangkan keberkahan, namun disisi lain justru sebaliknya.
Tidak sedikit manusia yang tergoda dengan emas, sampai-sampai Rasulullah saw. memberi warning, “halaka abidu dinar” (celaka bagi manusia yang hidupnya diperbudak urusan dinar). Sebagaimana dimaklumi, sejak jaman bahola sampai masa kini, kepingan dinar terbuat dari emas.
Peringatan tersebut bukan hanya ditujukan kepada kaum laki-laki, namun juga terhadap kaum perempuan. Untuk kaum laki-laki secara tegas Rasulullah saw. mengharamkan penggunaannya, apakah berupa cincin, piring, bejana, bahkan sampai cangkir. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah dan lainnya:
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَهَى عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ
Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw. melarang memakai cincin emas. Hr. Muslim: 3/1654, hadits: 2089.
Dari asbab wurud (latar belakang historis) ditemukan bahwa larangan tersebut ditujukan kepada kaum laki-laki. Manusia boleh berspekulasi untuk menemukan apa hikmah di balik larangan laki-laki mengenakan emas. Misalnya biar tidak sombong, namun ia tidak boleh menyimpulkan jika tidak sombong diperbolehkan?! Karena sungguh selain menjaga kesombongan masih segudang hikmah yang belum ia jamah.
Nabi saw. secara tegas melarang penggunaannya bagi laki-laki dan menghalalkannya bagi perempuan. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Musa al-Asy’ari dan lainnya:
عَنْ أَبِي مُوسَى الأَشْعَرِيِّ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: حُرِّمَ لِبَاسُ الحَرِيرِ وَالذَّهَبِ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي وَأُحِلَّ لِإِنَاثِهِمْ
Dinarasikan Abu Musa al-Asy’ari ra., Rasulullah saw. bersabda: Pakaian sutra dan emas diharamkan bagi umatku lelaki dan dihalalkan bagi umatku wanita. Hr. Ahmad: 32/276, hadits: 19515.
Semestinya karakter seorang muslim harus menerima nasihat itu dengan sikap “sami’na wa atha’na”, dan dalam hadits lain Nabi saw. menginformasikan bahwa perhiasan emas itu untuk orang-orang musyrik dan kafir di dunia, dan untuk kita di hari kiamat.
PERHIASAN WANITA
Perhiasan wanita tidak kalah dibanding emas, sampai-sampai keberadaannya disejajarkan dengan dunia dan seisinya. Dalam kasus hijrah dapat dicermati, ketika Rasulullah saw. memberi pernyataan, “Sesungguhnya amalan harus dibarengi dengan niat. Barangsiapa yang niat hijrahnya untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan pahala lantaran ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang niat hijrahnya untuk urusan dunia atau wanita yang hendak dinikahinya, maka balasannya bergantung kepadanya”.
Di sisi lain keberadaan wanita bukannya mendatangkan kebahagiaan, melainkan justru dapat menjerumuskan ke dalam bencana. Di dalam Al-Qur’an ditemukan, bahwa “di antara istrimu ada yang menjadi musuh bagimu”. Semestinya ketika laki-laki dan perempuan dipertemukan dengan ikatan yang kuat (akad nikah) mendatangkan sakinah, mawadddah, dan rahmah, namun dalam kenyataan kehidupan sehari-hari justru sebaliknya, terjadi pertikaian, khulu’ dan perceraian?!!
Itulah sebabnya, disamping Islam menghalalkan wanita menggunakan emas, namun tidak serta merta Rasulullah saw. membebaskan mereka mengenakannya. Muncul hadits yang dhahir-nya mengancam wanita untuk berhias dengan emas. Sebagaimana sabda Nabi saw. kepada Aisyah yang mengenakan dua gelang yang melingkar di tangannya: Lemparkan kedua gelangmu itu, atau kelak menjadi bahan bakarmu di neraka. (Hr. Qasim al-Sarqasthi dalam Gharib al-Hadits: 2/76).
Tertunya hadits seperti ini tidak mungkin difahami secara denotatif, karena pada prinsipnya baik emas dan wanita adalah perhiasan, namun jika wanita berhias emas secara berlebihan, pasti bukan hanya mengundang fitnah dari pihak luar, namun juga membahayakan untuk dirinya sendiri.
Alangkah bahagianya diciptakan sebagai wanita, segudang kehormatan diberikan kepadanya, sampai-sampai hak kebaikan anak terhadap kedua orang tua, ibulah yang diberikan porsi terbesar, bukan bapak. Ibu diibaratkan “madrasah”, tempat mengasah akal dan budi bagi generasi selanjutnya.
Sungguh indah hidup ini jika selalu dalam naungan bimbingan Rasulullah saw., sehingga hal-hal yang dibolehkan tetap dalam ranah yang mendatangkan kebaikan, bukan sebaliknya.
PENUTUP
Betapapun dunia dan seisinya merupakan perhiasan, seyogianya semuanya mendatangkan kemaslahatan, bukan sebaliknya. Maka setiap manusia diharapkan muhasabah, semoga keduanya berdampak ridha Allah swt.
Betapapun emas dan wanita merupakan perhiasan, namun perhiasan yang terindah adalah wanita salehah, dan sebagai wanita pasti bangga dengan berbagai kemuliaan yang disematkan Rasulullah saw. kepadanya.

