TURATS NABAWI

RAJAB BULAN ALLAH

RAJAB BULAN ALLAH

PENULIS: UST. ZAINUDDIN MZ (DIREKTUR TURATS NABAWI PUSAT STUDI HADITS)

TEKS HADITS: Rajab syahrullah, wa Sya’ban syahri wa Ramadhan syahru ummati.

TERJEMAHAN: Bulan Rajab adalah bulan Allah, bulan Sya’ban adalah bulan saya dan bulan Ramadhan adalah bulan umatku.

STATUS HADITS: DHAIF, BAHKAN PALSU.

PENJELASAN HADITS: Pada prinsipnya semua hari dan semua bulan adalah baik. Setiap insan muslim tidak diperbolehkan mencaci masa sebagaimana yang dipaparkan dalam hadits qudsi yang shahih. Namun walaupun demikian tidak dinafikan bahwa dari sekian hari itu ada yang memiliki nilai tambah atau memiliki fadhilah yang lebih, seperti hari Jum’at terhadap hari-hari yang lain. Demikian pula dengan bulan, walaupun semua bulan itu baik namun ada yang diberikan keistimewaan yang memiliki nilai tambah dan fadhilah yang lebih dibanding dari pada bulan-bulan yang lain. Dari berbagai referensi dan dalil-dalil syar’iyah ditemukan bulan Ramadhan lah yang memiliki fadhilah yang lebih dibanding dari bulan-bulan yang lain. Kemuliaan bulan Ramadhan itu sudah difahami oleh umat Islam secara dharuri, namun kenapa muncul hadits di atas. Yang menggambakan bahwa derajat bulan Ramadhan justru di bawah level bulan Sya’ban, dan bulan Sya’ban nilainya di bawah level bulan Rajab. Ketika bulan Rajab itu dinisbatkan milik Allah, tentunya bulan Rajab itu adalah segala-galanya, tidak sebanding dengan bulan Sya’ban yang dinisbatkan milik Rasulullah. Dan yang lebih fatal justru bulan Ramadhan lebih rendah dari bulan Sya’ban karena di dalam hadits di atas bulan Ramadhan hanya dinisbatkan kepada ummat Nabi Muhammad saw. Padahal yang semestinya bulan Ramadhan itulah yang lebih mulia bahkan paling mulia. Berangkat dari hadits itulah kita saksikan umat lebih guyup menyambut kedatangan bulan Rajab ketimbang bulan Ramadhan. Megengan menghadapi Rajabiyah pun lebih hebat ketimbang megengan untuk menghadapi Ramadhan. Bilamana menghadapi bulan Ramadhan banyak wanita subur tidak bingung menelan obat anti haid, namun ketika menghadapi bulan Rajab tampaknya banyak yang meminum obat anti haid. Alasan mereka, kalau puasa Ramadhan dapat diqadha’, namun puasa Rajabiyah tidak dapat diqadha’, maka mereka memaksakan diri minum obat anti haid. Inilah dampak negatif terhadap keberadaan hadits-hadits dhaif bahkan palsu, berdampak melahirkan syariat yang dahulu tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Ternyata ditemukan “biangnya”. Bulan Rajab itulah yang pada masa jahiliyah diagung-agungkan oleh Yahudi. Maka sekiranya umat Islam memiliki bulan yang mulia mereka tidak mau ketinggalan, sehingga dibuatkan hadits yang menggambarkan kemuliaan bulan Rajab, yang bahkan lebih hebat dari bulan Ramadhan itu sendiri. Hadits palsu saemacam inilah yang akhirnya dipropagandangan sehingga umat Islam lebih akhrab dengan hadits palsu ketimbang hadits yang shahih. Ibn Abi Sytaibah dalam bukunya al-Mushannaf memaparkan: Hampir Umar ibn Khattab memukul umat karena pemuliaan mereka terhadap bulan Rajab. Ketika umat mempuasai bulan Rajab, maka secara paksa Umar ibn Khattab memerintahkan untuk membatalkan, seraya mengatakan: Bulan Rajab adalah bulan yang dimuliakan masyarakat jahiliyah.

TAKHRIJ HADITS: Hadits ini diriwayatkan secara al-mursal (dari generasi tabiin kepada Rasulullah saw., sehingga gugur perawi sahabatnya). Hadits tersebut dikeluarkan oleh imam al-Asbahani dalam al-Targhib dan Abu Fatah ibn Abi al-Fawaris dalam al-Amali dari Qiran ibn Tamam dari Yunus dari al-Hasan secara al-mursal. Dengan demikian status hadits ini dhaif karena persyaratan persambungan sanad (mata rantai perawinya) terputus. Padahal sebuah hadits shahih, setidaknya sanad hadits tidak boleh ada yang terputus. Disamping itu ada perawi yang bernama Qiran ibn Tamam yang dinilai ulama shaduq namun kadang salah dalam meriwayatkan hadits. Kemudian dalam periwayatan hadits ini tidak ditemukan al-syawahid (kesaksian periwayatan dari para sahabat) dan juga tidak ditemukan al-tawabi’ (kesaksian periwayatan pada level setelah generasi sahabat), sehingga periwayatan Qiran ibn Tamam dinilai menyendiri. Maka kelemahannya tidak dapat meningkatkan derajatnya menjadi lebih baik. Memang, pada referensi lain ditemukan hadits ini katanya diriwayatkan Anas ibn Malik, namun di dalam sanadnya ada yang bernama Ali ibn Abdullah ibn Jahdham, dinilai Ibn al-Jauzi ulama menuduh dia pendusta. Dengan demikian hadits yang mencanumkan nama sahabat Anas ternyata hadits palsu.

Referensi: Lebih lanjut silakan merujuk referensi berikut ini: Maqasid: 224. Tamyiz: 81. Asrar: 460. Kasyf: 1/423.

SILAHKAN IKUTI KAMI & SHARE KE SESAMA - SEMOGA BERMANFAAT :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: MAAF !!