TURATS NABAWI

REFLEKSI JIHAD WANITA DALAM PERPEKTIF SUNAH

REFLEKSI JIHAD WANITA DALAM PERPEKTIF SUNAH

PENULIS: UST. ZAINUDDIN MZ (DIREKTUR TURATS NABAWI PUSAT STUDI HADITS)

PENGANTAR

Di Zaman Rasulullah saw. memang jihad dalam pengertian angkat senjata menghadapi musuh hanya dipercayakan kepada kaum laki-laki, baik pasukan berkendaraan maupun pejalan kaki. Tidak ada penunjukan Nabi saw. kepada para wanita untuk terjun ke medan tempur. Itulah sebabnya tidak ditemukan prosentasi pembagian rampasan perang tersruktur jika ada wanita yang mengikutinya.

Namun walaupun demikian bukan berarti mereka tidak diperbolehkan untuk mengikuti perang. Dari rekam jejak para sahabat wanita ditemukan para wanita ikut serta turun ke medan perang walaupun di garis belakang. Mereka berperan aktif dalam membalut luka, menyiapkan logistik makanan dan minuman serta obat-obatan. Kehadiran mereka di medan jihad cukup memberi kontribusi untuk meraih kemenangan demi kemenangan. Bahkan sejarah telah menulis bagaimana kegigihan Umu Amarah binti Ka’ab al-Anshari, yang pernah mengikuti peristiwa baiat Aqabah, perang Uhud, perang Hudaibiyah, perang Hunain dan perang Yamamah. Ia ikut jihad dan terlibat langsung dalam pertempuran dan tangannya terputus ketika mengikuti sebuah pertempuran.

Sedemikian pula halnya Rubai’ binti Muawidz, Umu Sulaim, ia ikut jihad bersama kaum muslimin dalam pertempuran Hunain. Shafiyah binti Abdul Muthalib, ikut serta dalam perang Uhud dan menjadi pelindung kaum wanita saat terjadi perang Khandaq. Asma’ binti Yazid, ikut jihad bersama kaum muslimin dalam perang Yarmuk dan berhasil membunuh sembilan tentara Romawi.

عَنْ الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذٍ رضي الله عنها قَالَتْ: (كُنَّا نَغْزُو مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَنَسْقِي الْقَوْمَ, وَنَخْدُمُهُمْ) (وَنُدَاوِي الْجَرْحَى) وفي رواية: (وَنَرُدُّ الْجَرْحَى وَالْقَتْلَى إِلَى الْمَدِينَةِ)

Rubai’ binti Muawidz ra. berkata: (Kami para wanita dahulu ikut jihad bersama Nabi saw. Kami memberi minum dan membantu mereka) (mengobati tentara yang terluka). Dalam riwayat lain:  (mengurusi jenazah agar kami pulangkan ke Madinah). Hr. Bukhari: 2726, 2727, 2881; Nasai dalam Sunan Kubra: 8881; Ahmad: 27062.

MEMFASILITASI JIHAD

Betapapun para wanita tidak dilibatkan langsung ke medan perang oleh Rasulullah saw. Namun beliau mengguyupi mereka untuk tidak terhalang mendapatkan pahala jihad. Yakni dengan menyiapkan berbagai fasilitas perang. Sehingga mereka menadzarkan sebagian keledai mereka yang terlatih untuk kendaraan mengangkut logistik dan sebagainya. Sebagaimana hadits Nabi saw.:

وَعَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: (مَنْ جَهَّزَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللهِ, أَوْ خَلَفَهُ فِي أَهْلِهِ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ) (مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَجْرِ الْغَازِي شَيْئًا)

Dinarasikan Zaid bin Khalid al-Juhani ra., Rasulullah saw. bersabda: (Barangsiapa yang mempersiapkan fasilitas perang di jalan Allah atau membekali keluarganya, maka ditetapkan baginya seperti pahala pelaku jihad) (tanpa mengkorting hak pelaku jihad sedikitpun). Hr. Ibnu Hibban: 4630; Abu Dawud: 2509; Ibnu Majah: 2759; Ahmad: 17074.

Oleh sebab itulah mereka diharamkan untuk menyembelih hewan terlatih (fasilitas perang) tersebut. Yang oleh Rasulullah saw. menyembelihnya (hewan terlatih) dimasukkan kategori “rijsun” (kotor). Konotasinya bukan kepada dzat hewannya, melainkan sikap yang mengorbankannya yang berdampak pada berkurangnya fasilitas perang.

REFLEKSI JIHAD WANITA

Di akhir periode dakwah Rasulullah saw. refleksi jihad wanita tidak lagi mengarah pada angkat senjata berhadapan musuh, melainkan pada kerja keras untuk ritual keagamaan dan kegiatan sosial yang sesuai dengan kondratnya.

Pada akhirnya jihad wanita tidak lagi harus ke medan tempur, namun bagaimana menyempurnakan aspek ibadah dan sosialnya. Seperti haji mabrur merupakan jihad wanita muslimah. Sebagaimana hadits Nabi saw.:

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ المُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: اسْتَأْذَنْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الجِهَادِ، فَقَالَ: جِهَادُكُنَّ الحَجُّ

Aisyah ra. berkata: Aku minta izin Nabi saw. untuk ikut jihad. Maka Nabi saw. bersabda: Jihad kalian pada haji. Hr. Bukhari: 2875.

Pasca wafat Rasulullah saw. kini jihad wanita mengambil peran yang lebih srategis, ada yang menjadi karir ta’lim, karir bisnis, bahkan upaya pemberdayaan keumatan dalam berbagai lini kehidupan. Kini wanita bukan lagi masyarakat domestik, tetapi mengambil peran pelayan publik, baik sebagai pekerja sosial mapun profesional. Kiprahnya masuk dalam area legislatif, judikatif, bahkan tidak sedikit yang menjadi pakar intelektual dalam berbagai bidang keahlian.

Sebenarnya tugas-tugas mulia seperti ini sudah diteladani oleh wanita sahabat, seperti Aisyah, Umu Salamah dan lainnya sebagai pakar pendidikan. Rafidah sebagai pakar ketabiban, Rubai’ binti Muawidz dan Umu Sulaim sebagai pakar tempur dalam peperangan, Umi Tamim sebagai pakar logistik dan sebagainya. Jihad mereka akhirnya dapat dirasakan oleh masyarakatnya tanpa mengorbankan tugas pokoknya sebagai ibu rumah tangga.

Para wanita boleh ikut jihad ekonomi, jihad konstitusi, bahkan  dapat menjadi direktur utama dalam perusahaan negara dan swasta. Tugasnya memberi briefing dan komando utama dalam karirnya, namun yang harus difahami dia adalah ibu rumah tangga. Di rumah peran top leadernya adalah sang suami.

Semoga dengan memahami nilai kodratnya kiprah jihad wanita dapat menjadi rahmatan lil alamin, baik untuk masyarakat maupun lingkungan keluarganya sendiri.

SILAHKAN IKUTI KAMI & SHARE KE SESAMA - SEMOGA BERMANFAAT :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: MAAF !!