
SYAFAAT UNTUK PELAKU DOSA BESAR
SYAFAAT UNTUK PELAKU DOSA BESAR
PENULIS: UST. ZAINUDDIN MZ (DIREKTUR TURATS NABAWI PUSAT STUDI HADITS)
TEKS HADITS: Syafaati li ahli kabair min ummati.
TERJEMAHAN: Syafaatku untuk pelaku dosa-dosa besar dari umatku.
STATUS HADITS: SHAHIH.
PENJELASAN HADITS: Rangkaian dari hari kebangkitan mencakup keyakinan bahwa kita pasti dibangkitkan dari alam kubur, kemudian dihimpun di padang mahsyar, kemudian diperhitungkan seluruh amalan kita, dan pada akhirnya setiap kita mendapatkan balasan. Apakah surga atau neraka. Ada kesan yang dapat difahami dari firman Allah bahwa barangsiapa yang amal kebaikannya lebih banyak dari amal keburukannya, maka langsung masuk ke dalam surga buat selamanya, sedangkan bagi orang yang amal keburukannya lebih banyak langsung masuk ke dalam neraka buat selamanya, sehingga mereka menafikan keberadaan syafa’at. Padahal wujud ayatnya bukan seperti itu. Melainkan barangsiapa yang timbangan amal kebaikannya berat maka ia hidup dalam ridha Allah dan barangsiapa yang timbangan amal kebajikannya ringan maka ia masuk neraka. Maka siapakah di antara kita yang timbangan amalan kebaikannya seperti Abu Bakar al-Shiddiq, atau serupa dia, maka ia pantas masuk surga tanpa dihisab. Orang yang stylenya seperti ini sungguh amat sedikit. Semoga kita tergolong mereka, amin. Namun harus disadari, mungkin kita layak menjadi penghuni surga, akan tetapi kendala kedzaliman baik terkait diri sendiri maupun pihak lain yang membuat untuk sementara kita belum layak memasuki surga itu. Menurut istilah Nabi, ibarat besi kita masih banyak keraknya, sehingga perlu dibakar terlebih dahulu agar besi ini menjadi murni. Setelah itu barulah pantas dia menjadi penghuni surga. Disinilah fungsi dari syafa’at yang sangat diharapkan oleh setiap manusia. Memang banyak hal yang mampu mendatangkan syafa’at bagi kita. Misalnya puasa, bacaan Al-Qur’an dan lainnya, namun yang jelas lebih kita dambakan adalah syafa’at Rasulullah saw. baik dalam bentuk syafa’at sughra maupun syafa’at kubranya. Hadits di atas mempertajam keberadaan syafa’at yang akhirnya dapat diraih oleh mereka, walaupun yang bersangkutan telah melakukan dosa-dosa besar ketika dalam kehidupan dunia. Pertanyaaannya, lantas apakah hakekat syafa’at itu. Kalau dimaknai “pertolongan”, mungkinkah besuk di hari akherat ada seseorang yang dapat menolong temannya? Bukankah menurut Al-Qur’an setiap individu akan mempertanggung jawabkan perilakunya sendiri-sendiri. Semoga dapat dipaparkan secara tuntas pada kesempatan lain, insya Allah. Sekiranya kita percaya adanya syafa’at saja sudah merupakan keberuntungan. Karena banyak di antara teman kita yang masih mengingkari keberadaan syafa’at di hari akherat.
TAKHRIJ HADITS: Hadits ini diriwayatkan oleh 5 sahabat. Yaitu Anas ibn Malik, Jabir ibn Abdullah, Ibn Umar, Ibn Umar, dan Ibn Abbas. Adapun hadits yang diriwayatkan Anas ibn Malik dikeluarkan Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, dan hadits ini dinilai “shahih gharib”, Ibn Abi Ashim, Abu Ya’la, Ibn Hibban, Thabrani, Hakim, dan hadits ini dinilai “shahih seseuai persyaratan Bukhari dan Muslim”. Baihaiqi dalam Syuabil Iman, Dhiya’, dan Ibn Asakir. Adapun hadits yang diriwayatkan Jabir ibn Abdullah dikeluarkan Abu Daud al-Thayalisi, Turmudzi, dan hadits ini dinilai “hasan gharib”, Ibn Hibban, Hakim, Baihaqi dalam Syu’abil Iman, dan Abu Nu’aim dalam al-Hilyah. Adapun hadits yang diriwayatkan Ibn Umar dikeluarkan oleh Khatib al-Bagdadiy, Bazzar dalam Kasyf al-Astar, dan hadits ini dinilai al-Haitsamiy sanad (mata rantai perawinya) jayyid (bagus), Thabrani dalam al-Ausath, Abu Ya’la dalam al-Musnad, dalam al-Mu’jam, Baihaqi dalam al-I’tiqad, Ibn Abdil Bar dalam al-Tamhid, Ibn Adiy, dan Dzahabi dalam al-Mizan. Adapun hadits yang diriwayatkan Ka’ab ibn Ujrah dikeluarkan juga oleh Khatib al-Bagdadiy. Adapun hadits yang diriwayatkan Ibn Abbas dikeluarkan Thabrani dalam al-Kabir, dan dalam al-Ausath, namun di dalam sanadnya (mata rantai perawi) ada yang bernama Musa ibn Abdurrahman al-Shan’aniy yang dinilai pemalsu hadits.
Referensi: Lebih lanjut silakan merujuk referensi berikut ini: Maqasid: 252. Tamyiz: 91. Durar: 269. Kasyf: 2/10. Fawaid karya al-Syaukani: 211. Ahmad: 13245. Abu Daud: 4739. Turmudzi: 2435. Ibn Abi Ashim: 831. Abu Ya’la: 3284. Ibn Hibban: 6468. Thabrani: 749. Hakim: 228. Baihaiqi dalam Syuabil Iman: 310. Dhiya’: 1549. Ibn Asakir: 13/463. Abu Daud al-Thayalisi: 1669. Turmudzi: 2436. Ibn Hibban: 6467. Hakim: 231. Baihaqi dalam Syu’abil Iman: 311. Abu Nu’aim dalam al-Hilyah: 3/200. Khatib al-Bagdadiy: 8/11. Bazzar dalam Kasyf al-Astar: 3254. Thabrani dalam al-Ausath: 5942. Abu Ya’la dalam al-Musnad: 5813. Dalam al-Mu’jam: 198. Baihaqi dalam al-I’tiqad: 1/189. Ibn Abdil Bar dalam al-Tamhid: 19/68. Ibn Adiy: 2/419. Dzahabi dalam al-Mizan: 2/211. Khatib al-Bagdadiy: 3/40. Thabrani dalam al-Kabir: 11454. Dan dalam al-Ausath: 4713.

