
ULAMA’ ADALAH PEWARIS NABI SAW
ULAMA’ ADALAH PEWARIS NABI SAW
PENULIS: UST. ZAINUDDIN MZ (DIREKTUR TURATS NABAWI PUSAT STUDI HADITS)
TEKS HADITS: Al-ulama’ waratsatul anbiya’.
TERJEMAHAN: Ulama adalah pewaris para Nabi.
STATUS HADITS: HASAN.
PENJELASAN HADITS: Survey membuktikan, ketika Rasulullah saw. wafat beliau tidak meninggalkan apa-apa, kecuali sebilah pedang dan bighalnya, padahal beliau pemimpin umat. Di antara kekeliruan kajian barat terhadap Rasulullah, terkesan bahwa ketika Nabi ditanya untuk siapa rampasan perang itu? Nabi menjawab untuk Allah dan Rasul-Nya, dimaknai untuk pribadai Allah jelas tidak mungkin, maka satu-satunya pemaknaan adalah untuk pribadi Rasulullah saw. Subhanallah, sekiranya seperti itu yang difahami alangkah konglomeratnya Rasulullah saw. Betapa banyaknya warisan kekayaan beliau? Namun kenyataannya, villa Rasulullah bersama istrinya (Aisyah), tidak lebih ukuran tiga puluh enam meter persegi. Dalam type sekarang tentu masuk kategori rumah sangat sederhana sekali? Tidak berkeramik, tidak ber-ac, dan tidak …, tidak … Dalam rangkaian hadits yang hasan jelas tampak bahwa Rasulullah saw. tidak mewariskan uang dinar dan uang dirham. Yang diwariskan hanyalah ilmu pengetahuan. Maka mereka yang mau menerima warisan itulah yang layak diberi predikat “ulama’”. Sehingga tepat kalau mereka menyandang pridikat “pewaris para Nabi”, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah swt.: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. Betapapun mereka berpredikat “pewaris para Nabi”, namun sebagai tabi’at manusia yang serba terbatas dan tempatnya lupa dan khilaf, maka mereka tetap tidak boleh dikultuskan atau didewakan. Keputusan akhir pada Rasulullah saw. Itulah sebabnya imam Malik sering mengatakan: Ungkapan atau pendapat kami dan perilaku kami harus kalian tolak, kecuali pernyataan penghuni makam ini (menunjuk makam Rasulullah saw.).
TAKHRIJ HADITS: Hadits dengan redaksi di atas merupakan hadits hasan sebagaimana yang diriwayatkan Abu Darda’ dan dikeluarkan oleh Bazzar, Ibn Hibban dan lainnya. Namun hadits di atas mengalami banyak al-idraj (sisipan) yang dengan sisipan itulah menjadi bermasalah, kadang menurun derajatkanya menjadi dhaif (lemah) bahkan ada yang berperingkat maudhu’ (palsu). Dari penelitian seperti ini tampak bahwa terlalu banyak perawi dhaif yang ikut menyisip-nyisipkan ungkapan dalam rangkaian hadits yang shahih, dan terlalu banyak perawi pendusta yang juga menyisip-syisipkan ungkapan dalam rangkaian hadits yang shahih. Itulah sebabnya, kejelian ulama hadits selalu memilah, apabila terbukti sisipan itu dari perawi lemah, maka status haditsnya menjadi hadits dhaif, namun apabila terbukti yang menyisipkan itu perawi pendusta, maka statusnya menjadi hadits maudhu’. Dengan demikian pembaca tidak perlu bingung ketika ada yang mengatakan hadits ini ada yang menilai hasan, ada yang menilai dhaif bahkan ada yang menilai maudhu’. Sebagai contoh, hadits dengan redaksi di atas apabila ada sisipan “Muliakan para ulama, sesungguhnya para ulama adalah perawis para Nabi, barang siapa yang memuliakan ulama maka dia pasti dimuliakan Allah dan Rasul-Nya” hadits ini menjadi hadits palsu. Adapun hadits di atas dengan sisipan “Para ulama adalah pewaris para Nabi, mereka dicintai dzat yang di langit, dan dimohonkan ampunan oleh ikan-ikan yang ada di laut” hadits ini menjadi hadits dhaif (lemah). Adapun hadits di atas dengan sisipan “Barangsiapa mengadakan perjalanan untuk menuntut ilmu, maka Allah mempermudah jalannya menuju surga … Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Mereka tidak mewariskan uang dinar dan dirham, melainkan mewariskan ilmu pengetahuan, maka barangsiapa yang mau menggapainya berarti ia akan mendapatkan kemuliaan yang sempurna”, hadits ini menjadi hadits hasan. Dikeluarkan Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, Ibn Majah, Ibn Hibban, dan Baihaqi dalam Syu’abil Iman.
Referensi: Lebih lanjut silakan merujuk referensi berikut ini: Maqasid: 286. Durar: 295. Asrar: 230, 247. Tamyiz: 104. Kasyf: 2/64. Al-Baits ‘Ala al-Khalas: 31. Jami’ Bayan al-Ilmi: 1/34. Mawarid Dhamman: 48. Fathul Bari: 1/160. Al-Mughni ‘an Haml al-Asfar: 1/5. Ahmad: 21763. Abu Daud: 3641. Turmudzi: 2682. Ibn Majah: 223. Ibn Hibban: 88. Baihaqi dalam Syu’abil Iman: 1696.

