
WANITA DI NIKAHI KARENA 4 PERKARA
WANITA DI NIKAHI KARENA 4 PERKARA
PENULIS: UST. ZAINUDDIN MZ (DIREKTUR TURATS NABAWI PUSAT STUDI HADITS)
TEKS HADIS: Tunkahul mar’atu liarba’in, li maliha wa li jamaliha wa li hasabiha wa li diniha, fadzfar bi dzatil akhir taribat yadaka.
TERJEMAHAN: Wanita dinikah karena empat perkara, karena hartanya, karena kecantikannya, karena nasabnya dan karena agamanya. Maka menangkan pilihan yang terakhir (faktor agamanya) semoga kebahagiaan ada dalam gemgaman anda.
STATUS HADIS: Hadis shahih.
TAKHRIJ HADIS: Hadits di atas diriwayatkan (1) Abu Hurairah (2) Jabir ibn Abdullah. Hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah dikeluarkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud, Baihaqi, Ibn Majah, dan Ibn Hibban. Adapun hadits yang diriwayatkan Jabir ibn Abdullah dikeluarkan oleh Darimi, Ahmad, Nasai dalam al-Kubra, dan Daraqutni. Hadits di atas juga dinarasikan oleh Abu Said al-Khudri hanya saja dengan redaksi yang berbeda, yakni wanita dinikah karena tiga perkara (bukan empat perkara). Yakni karena hartanya, kecantikannya dan agamanya. Hadits periwayatan Abu Sa’id al-Khudri ini dikeluarkan Ibn Hibban dalam al-Shahih, Hakim, Ahmad, Abad ibn Hamid, Abu Ya’la, Daraqutni, dan Ibn Abi Syaibah. Dengan demikian kedua periwayatan di atas merupakan hadits-hadits yang shahih. Suatu saat Rasulullah saw. menjelaskan bahwa wanita itu dinikah karena empat perkara yang haditsnya dinarasikan oleh Abu Hurairah dan Jabir ibn Abdullah, dan pada saat yang lain Rasulullah saw. menjelaskan bahwa wanita dinikah karena tiga perkara yang haditsnya dinarasikan oleh Abu Sa’id al-Khudri. Maka kedua hadits di atas tidak ada unsur kontradiksi atau kekacau balauan. Contoh kajian hadits seperti ini sangat banyak. Namun sungguh sangat menyedihkan, di antara penulis Indonesia ada yang terlalu cepat memvonis jenis hadits-hadits seperti ini dinilai hadits kacau balau, padahal mereka bukan tergolong ahli hadits?!
PENJELASAN HADITS: Begitu jelis Islam mendeteksi hasrat manusia, dari sejak zaman bahola sampai akhir zaman insya Allah, bahwa kaum laki-laki menikahi wanita tidak lebih dari empat aspek, yaitu kecantikan, kekayaan, leluhur dan moralnya. Keempat faktor itu sah-sah saja untuk dijadikan kreteria dalam mencari pasangan hidup. Anda yang tertarik dengan kemolekan manohara misalnya, anda yang tergiur dengan kakayan calon istri, anda lebih konsentrasi memilih sisi leluhurnya, dan anda memenangkan pilihan pada aspek moralnya. Semua aspek tersebut sudah dipaparkan oleh Rasulullah saw. dan tidak ada yang dikomentari keburukannya. Bahagianya seseorang jika mendapatkan keempat sisi telah melekat pada calon istrinya. Namun walaupun demikian, Rasulullah saw. masih memberikan sinyal pilihan apa yang semestinya didominasikan. Bagi orang yang menerima nasehat Rasulullah saw. dengan jiwa keimanan yang tangguh, ia akan bersyukur mendapatkan bimbingan yang sedemikian hebat. Karena ia menyadari bahwa semua kenikmatan dunia, tidak lebih hanya bersifat sesaat, bahkan merupakan titipan Tuhan dan ujian dari-Nya. Anda yang mendambakan kecantikan, berapa lama kecantikan itu bertahan. Anda yang mendambakan kekayaan, dalam hitungan detik semuanya dapat sirna. Anda yang mendambakan leluhur, apa justru tidak menjerumuskan dirinya dalam kesombongan dan sebagainya. Namun apabila aspek moral yang lebih didambakan, maka bukan hanya merupakan kenikmatan dunia, melainkan akan terbawa ke alam akhirat. Allah akbar. Ada pepatah Arab yang menarik disimak, segala sesuatu apabila banyak akan menjadi murah, tidak halnya moral, ia makin bertambah akan mengantarkan pemeluknya menjadi lebih dekat dengan Tuhannya dan lebih mulia, sehingga kehidupan keluarganya selalu mendapatkan bimbingan dan pertolongan dari Dzat yang Maha Kasih, mungkin keluarganya mendapatkan i’anah, atau mendapatkan ma’unah, bahkan mungkin mendapatkan karamah. Seperti Rabi’atul Adawiyah.
REFERENSI: Lebih lanjut silakan merujuk referensi berikut ini: Maqasid: 165. Tamyiz: 60. Kasyf: 1/319. Bukhari: 4802. Muslim: 1466. Abu Daud: 2047. Baihaqi: 13244. Ibn Majah: 1858. Ibn Hibban: 4036. Darimi: 2171. Ahmad: 9517. Nasai dalam al-Kubra: 5337. Daraqutni: 3/302. Ibn Hibban dalam al-Shahih: 4037. Hakim: 2680. Ahmad: 11782. Abad ibn Hamid: 988. Abu Ya’la: 1012. Daraqutni: 3/303. Ibn Abi Syaibah: 17149.

